TRILO, Batubara,- Penasehat Hukum Suriadi, Firma Zamal Setiawan & Partner meminta Pengadilan Negeri (PN) Kisaran agar membebaskan kliennya Suriadi karena PT MOEIS dinilai gagal dalam membuktikan hak atas tanah areal perkebunan yang di Klaimnya.
Zamal Setiawan dalam penjelasannya mengutarakan bahwa, bahwa perkara ini pada dasarnya merupakan problematika sosial yang sejatinya harus diurai dan menjadi tugas pemerintah pusat dan Pemkab Batu Bara dalam mengaktualisasikan pasal 34 ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945 tentang tugas Negara dalam memilihara fakir miskin untuk mengangkat kualitas hidupnya,
Tidaklah bijaksana dan arif jika Suriadi yang telah mengaku khilaf sehingga mengambil 6 tandan buah sawit PT MOEIS harus didakwa dengan ancaman 7 tahun penjara. Sedang buah sawit itu diambil demi untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama keluarganya,” kata Zamal, Selasa, (10/102023).
Zamal mendorong semua pihak untuk menyelesaikan persoalan ini dengan sudut pandang pendekatan Restorative Justice. Namun sayang, Kepolisian, Kejaksaan dan PN Kisaran menolak jalan penyelesaaian. Padahal, ruang itu sangat terbuka lebar.
Berkaitan dengan materi persidangan, Zamal menilai saksi-saksi yang dihadirkan oleh JPU selaku pihak mewakili PT MOEIS tidak mampu membuktikan hak atas tanah secara yuridis didalam persidangan.
Tentunya hal ini tidak berbanding lurus dengan semangat UU Perkebunan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 : Kegiatan usaha budi daya Tanaman Perkebunan dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan Perkebunan apabila telah mendapatkan hak atas tanah dan/atau izin Usaha Perkebunan.
“Kami menilai PT. MOEIS tidak patut dan tidak layak disebut sebagai Entitas Perusahaan perkebunan. Maka cPT. Moeis tidak berhak untuk menggunakan UU Perkebunan untuk Melaporkan/menuntut klien kami (Suriadi-red) ke Penegak Hukum,” tegas Zamal SH,
Perkara ini sudah sudah bermasalah sejak diterimanya laporan di kepolisian, karena tidak sejalan dengan apa yang ditentukan dalam Pasal 1 angka 23 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yakni “Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.”
Sebagai Penasihat hokum, pihaknya mendorong Publik untuk memberi perhatian lebih terhadap aspek legal PT. MOEIS.
“Kita harus mencurigai, jangan-jangan penguasaan tanah terhadap lahan Budidaya tidak berbasis pada aspek legal ?,” tegasnya
Kecurigaan ini berbanding lurus, tatkala kami menemukan beberapa informasi yang tidak berkesesuaian tentang aspek legal yang diantaranya : - Lokasi Bidang Tanah yang menjadi ruang Budidaya perkebunan yang saat ini dikuasai PT. MOEIS telah diubah menjadi Ruang Pemukiman. Hal ini dapat kita lihat malalui Lampiran-lampiran Peraturan Daerah Kabupaten Batubara No.11 pada Tahun 2020.
Berdasarkan temuan Firma hukum, Zamal Setiawan & Partner, Hak atas tanah PT. MOEIS adalah dengan Sertifikat HGU dengan Nomor 3, Desa Sipare-Pare berakhir HGU pertanggal 31 Desember 2020.
Apakah sertfikat HGU dapat diperpanjang dengan kenyataan saat ini bidang tanah yang dikuasai PT. MOEIS telah diubah menjadi ruang yang telah diatur sebagai ruang pemukiman dan bukan ruang untuk budidaya perkebunan,
Lanjut Zamal mengungkapkan pula bahwa Temuan-temuan di atas, telah dikonfirmasi oleh Data dari situs website resmi Pemerintan https://bhumi.atrbpn.go.id/peta milik Kementerian ATR/BPN yang menyatakan bahwa Bidang-bidang Tanah yang saat ini dikuasai oleh PT. MOEIS di informasikan tidak/ belum dilekati hak atas Tanah. Terakhir, untuk tegaknya hukum dan demi keadilan bagi klien kami (Suradi-red), maka Suradi harus dibebaskan. (Yusroh)